Tuesday, December 15, 2009

SEBUAH CUPLIKAN..

DAFTAR KEBAIKAN


Suatu hari seorang guru meminta kepada para muridnya untuk membuat daftar
semua nama murid di kelas itu pada dua lembar kertas, dan memberikan tempat
kosong di setiap nama. Kemudian ia meminta mereka untuk memikirkan hal yang
terbaik mengenai teman mereka dan menuliskannya.
Tugas itu ternyata menyita sisa waktu pelajaran untuk diselesaikan, dan
ketika para murid meninggalkan kelas, setiap orang menyerahkan hasilnya.
Sabtu itu, sang guru menuliskan nama dari setiap murid di kertas yang
terpisah, lalu membuat daftar apa yang telah dikatakan oleh murid yang lain
mengenai murid itu.
Dan pada hari Senin, ia memberikan setiap murid daftarnya. Tidak lama
kemudian, seluruh kelas mulai tersenyum.
"Sungguh?" ia mendengar suara bisik-bisik.
"Aku tidak tahu bahwa aku berarti untuk orang lain!" dan, "Aku tidak tahu
kalau yang lain sangat menyukaiku." Begitulah komentar yang didengar oleh
sang guru.
Tidak ada orang yang menyinggung daftar itu di kelas lagi. Ia tidak pernah
tahu apakah para murid membicarakannya di luar kelas atau kepada para orang
tua mereka, tetapi tidak masalah. Latihan itu telah sampai tujuannya. Para
murid sangat bahagia dengan komentar itu dan menyukai satu sama lainnya.
Beberapa tahun kemudian, salah seorang dari murid itu tewas terbunuh di
VietNam dan gurunya menghadiri pemakaman murid itu. Ia tidak pernah melihat
seorang tentara di dalam peti jenazah militer sebelumnya.
Muridnya itu sangat tampan, sangat dewasa.
Seluruh gereja dipenuhi oleh teman-temannya. Satu persatu yang mencintainya
menghampiri peti jenazah itu.
Sang guru adalah orang yang terakhir yang mengucapkan salam perpisahan.
Ketika ia berdiri di sana, salah seorang dari tentara yang bertugas sebagai
pengangkut peti jenazah itu menghampirinya.
"Apakah kamu guru matematikanya Mark?" tanyanya. Sang guru mengangguk,
"iya." Kemudian tentara itu melanjutkan : "Mark banyak membicarakan
dirimu."
Setelah pemakaman, bekas teman sekelas Mark bersama-sama pergi ke tempat
makan siang. Ayah dan ibu Mark ada di sana, sangat jelas terlihat bahwa
mereka tidak sabar untuk berbicara dengan guru Mark.
"Kami ingin memperlihatkan sesuatu kepadamu," kata ayah Mark, sambil
mengambil dompet dari sakunya.
"Mereka menemukan benda ini pada Mark ketika ia tewas. Kami kira Anda
mungkin akan mengenalinya."
Sambil membuka dompet itu, ayah Mark dengan sangat hati-hati mengeluarkan
dua lembar kertas yang sudah diisolasi, dilipat berkali-kali. Sang guru
langsung mengenalinya, bahwa kertas itu adalah kertas yang dibuat olehnya
berisikan daftar kebaikan Mark yang ditulis oleh teman-teman sekelasnya.



"Terima kasih karena telah melakukan hal itu," ibu Mark berkata.
"Seperti yang Anda lihat, Mark menyimpannya sebagai salah satu hartanya."
Semua mantan teman sekelas Mark mulai berkumpul. Charlie tersenyum dengan
malu-malu sambil berkata, "Aku juga masih menyimpan daftarku. Daftarku itu
berada di bagian atas laci meja belajarku di rumah."
Istri Chuck berkata, "Chuck memintaku untuk meletakkannya di album
pernikahan kami."
"Aku juga memilikinya," kata Marilyn.
"Daftarku ada dalam buku harianku."
Kemudan Vicki, teman sekelas yang lain, mengambil buku sakunya, kemudian
mengeluarkan dompetnya dan memperlihatkan daftarnya yang sudah kusam dan
lecek kepada yang lain.
"Aku membawanya bersamaku setiap waktu," ujar Vicki, lalu sambungnya : "Aku
rasa kita semua menyimpan daftar kita masing-masing."
Pada saat itu, sang guru terduduk dan menangis. Ia menangis karena Mark dan
seluruh temannya tidak akan mungkin melihat Mark kembali.
Begitu banyak orang yang datang dan pergi di kehidupan kita dan kita tidak
mengetahui kapan hari itu akan tiba.
Jadi katakanlah kepada orang yang Anda kasihi dan cintai, bahwa mereka
sangat penting dan spesial dalam kehidupan Anda. Katakanlah kepada mereka
sebelum terlambat.

Kisah Indah Sang Pemimpin
Hingga ketika ia melewati salah satu halaman rumah seorang penduduk,
tiba-tiba ia berhenti. Langkahnya surut. Pandangannya tertuju pada
anak kecil di sana. Ditajamkan pendengarannya, samar-samar ia
seperti mendengar suara lirih cericit burung. Perlahan ia
mendatanginya dan dengan lembut ia menyapa bocah laki-laki yang
tengah asyik bermain.

"Nak, apa yang berada di tanganmu itu?". Wajah si kecil mendongak,
hanya sekilas dan menjawab.

"Paman, tidakkah paman lihat, ini adalah seekor burung" polosnya
ringan. Pandangan lelaki ini meredup, ia jatuh iba melihat burung
itu mencericit parau. Di dalam hatinya mengalun sebuah
kesedihan "Burung ini tentu sangat ingin terbang dan anak ini tidak
mengerti jika mahluk kecil ini teraniaya"

"Bolehkah aku membelinya, nak?, karena aku sangat ingin memilikinya"
suaranya penuh harap. Si kecil memandang lelaki yang tak dikenalnya
dengan seksama. Ada gurat kesungguhan dalam paras beningnya. Lelaki
itu masih saja menatapnya lekat. Akhirnya dengan agak ragu ia
berkata "Baiklah paman" dan ia segera bangkit menyerahkan burung
kepada lelaki yang baru pertama kali dijumpainya.

Tanpa menunggu, lelaki ini merogoh saku jubah sederhananya. Beberapa
keping uang itu kini berpindah. Dalam genggamannya burung kecil itu
dibawanya menjauh. Dengan hati-hati kini ia membuka genggamannya
seraya bergumam senang "Dengan menyebut asma Allah yang Maha
Penyayang, engkau burung kecil, terbanglah*terbanglah*".

Maka sepasang sayap itu mengepak tinggi. Ia menengadah hening
memandang burung yang terbang ke jauh angkasa. Sungguh, langit
Madinah menjadi saksi, ketika senyuman senang tersungging di
bibirnya yang seringkali bertasbih. Sayup-sayup didengarnya sebuah
suara lelaki dewasa yang membuatnya pergi dengan langkah
tergesa. "Nak, tahukah engkau siapa yang membeli burung mu
itu?, tahukah engkau siapa lelaki mulia yang kemudian membebaskan
burung itu
ke angkasa? Dialah Khalifah Umar nak............... beliau adalah
seorang pemimpin yang berani dan tegas dalam menegakan kebenaran"

***

Malam-malam di kota Madinah, suatu hari.

Masih seperti malam-malam sebelumnya, ia mengendap berjalan keluar
dari rumah petak sederhana. Masih seperti malam kemarin, ia
sendirian menelusuri jalanan yang sudah seperti nafasnya sendiri.
Dengan udara padang pasir yang dingin tertiup, ia menyulam langkah-
langkah merambahi rumah-rumah yang penghuninya ditelan lelap. Tak
ingin malam ini terlewati tanpa mengetahui bahwa mereka baik-baik
saja. Sungguh tak akan pernah rela ia harus berselimut dalam
rumahnya tanpa kepastian di luar sana tak ada bala. Maka ia
bertekad malam ini untuk berpatroli lagi.

Madinah sudah tersusuri, malam sudah hampir di puncak. Angkasa
bertabur kejora. Ia masih berjalan, meski lelah jelas terasa.
Sesekali ia mendongak melabuhkan pandangan ke langit Madinah yang
terlihat jelita. Maka ia pun tersenyum seperti terhibur dan memuja
pencipta. Tak terasa Madinah sudah ditinggalkan, ia berjalan sudah
sampai di luar kota. Dan langkahnya terhenti ketika dilihatnya
seorang lelaki yang tengah duduk sendirian menghadap sebuah pelita.

"Assalamu'alaikum wahai fulan" ia menegur lelaki ini dengan
santun. "Apakah yang engkau lakukan malam-malam begini sendirian"
tambahnya. Lelaki itu tidak jadi menjawab ketika didengarnya dari
dalam tenda suara perempuan yang memanggilnya dengan mengaduh.
Dengan tersendat lelaki itu memberitahu bahwa istrinya akan
melahirkan. Lelaki itu bingung karena di sana tak ada sanak
saudara yang dapat diminta pertolongannya.

Setengah berlari maka ia pun pergi, menuju rumah sederhananya yang
masih sangat jauh. Ia menyeret kakinya yang sudah lelah karena telah
mengelilingi Madinah. Ia terus saja berlari, meski kakinya merasakan
dengan jelas batu-batu yang dipijaknya sepanjang jalan. Tentu saja
karena alas kakinya telah tipis dan dipenuhi lubang. Ia jadi
teringat kembali sahabat-sahabatnya yang mengingatkan agar ia
membeli sandal yang baru.

"Ummi Kultsum, bangunlah, ada kebaikan yang bisa kau lakukan malam
ini" Ia membangunkan istrinya dengan nafas tersengal. Sosok
perempuan itu menurut tanpa sepatah kata. Dan kini ia tak lagi
sendiri berlari. Berdua mereka membelah malam. Allah menjadi saksi
keduanya dan memberikan rahmah hingga dengan selamat mereka sampai
di tenda lelaki yang istrinya akan melahirkan.

Ummi Kultsum segera masuk dan membantu persalinan. Allah Maha Besar,
suara tangis bayi singgah di telinga. Ibunya selamat. Lelaki itu
bersujud mencium tanah dan kemudian menghampirinya sambil
berkata "Siapakah engkau, yang
begitu mulia menolong kami?". Ia tidak perlu memberikan jawaban
karena suara Ummi Kulsum saat itu memenuhi lengang udara.

"Wahai Amirul Mukminin, ucapkan selamat kepada tuan rumah, telah
lahir seorang anak laki-laki yang gagah"
***

Labels : free wallpapers wall black weldingmachines

1 comment:

TS Frima said...

sumbernya disebutkan dong.. =_=a

Post a Comment